Diantara riuh yang tak pernah berhenti,
Semesta menulis takdirnya sendiri.
Menyatukan dua langkah asing
Di waktu yang sederhana, namun terasa paling tepat.

Disudut kedai kopi yang sunyi,
Dua tatap bertemu tanpa rencana.
Sebelum kata sempat terucap, hati sudah lebih dulu saling paham.

Seperti bunga, akhirnya Ia bersemi.
Enam tahun bertumbuh, Pelan namun abadi.
Cinta perlahan menjadi bahasa, yang kami pahami tanpa perlu diajarkan.

Ada kalanya ego menjelma kabut. Menutup arah, membutakan rasa.
Batu itu mulai banyak rupanya, Membuat tawa bersisian dengan air mata.
Kami hampir lenyap di dalamnya.
Namun rindu itu lebih nyaring dari sunyi,
Selalu memanggil kami pulang ke dekap yang sama.

Kini tak ada lagi pencarian, Sebab arah telah menemukan maknanya.
Tak ada lagi ragu, sebab hati ini telah menemukan tenangnya.

Tentang diam yang saling memahami.
Tentang langkah yang berpadu tanpa suara.
Tentang dua jiwa,
Yang akhirnya tak ingin pergi ke mana-mana lagi.